Rabu, 05 Februari 2014

CONTRIBUTION SITE HISTORY OF EDUCATION IN THE TEMPLE GEDONG PUTRI LOCAL SCALE


KONTRIBUSI SITUS CANDI GEDONGPUTRI DALAM PENDIDIKAN SEJARAH BERSKALA LOKAL
CONTRIBUTION SITE HISTORY OF EDUCATION IN THE TEMPLE GEDONG PUTRI LOCAL SCALE
Faris Dwi Ristian[1]
Abstrak. Situs gedung putri berada di wilayah Dusun Gedung Putri, Desa Kelapa Sawit, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Nilai kesejarahan dari situs gedung putri dapat memberikan kontribusi dalam pendidikan berskala lokal. Dengan ini rasa memiliki, menjaga, melestarikan dan belajar dari kesejarahanya akan tumbuh pada peserta didik.
 Situs Gedung Putri is located in the region, Village Kelopo Sawit, District Candipuro, Lumajang. Historical value of the building site can contribute to women's education local scale. With this sense of belonging, maintain, preserve and learn from history  will grow on the learner.
Kata- kata kunci: Situs Candi Gedongputri, Pendidikan Berskala Lokal
Kontribusi Situs Gedong Putri pada pendidikan berskala lokal adalah dapat di masukan dalam pengayaan materi sejarah, khusunya pada mata pelajaran sejarah SMA kelas XI Program IPS.  Pada standar kompetensi: 1. Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional. Kompentensi dasar : 1.2 Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan Hindhu- Budha. Situs Gedong Putri dapat dipakai sebagai media pembalajaran sejarah dengan karya wisata dan dapat menumbuhkan rasa memiliki serta melestarikan peninggalan sejarah pada peserta didik khususnya wilayah Kabupaten Lumajang. Dalam melestarikan cagar budaya yang ada di wilayah Lumajang. Tidak dapat mengantungkan tanggung jawab kepada pemerintah setempat saja, namun peran kita semua diperlukan menjaga dan  melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Kabupaten Lumajang.
Situs Candi Gedong Putri
Letak situs candi gedong putri pada wilayah Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang terletak pada 112˚ 50’ - 113˚ 23 BT dan 7˚ 54’ - 8˚  23’ LS. Luas wilayah secara keseluruhan 1.790, 90 km persegi. Wilayah ini dibatasi oleh Kabupaten Malang di sebelah barat dengan batas Gunung Semeru, Pegunungan Tengger, dan Sungai Glidik. Sisi timur dibatasi oleh wilayah administratif Kabupaten Jember dengan batasan sungai Bondoyudo. Sisi Utara dibatisi Pegunungan Tengger dan Gunung Lamongan yang berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia.
Situs Candi Gedong Putri pada posisi 8 ° 10’24,9” Lintang Selatan dan 113° 4’40,2” Bujur Timur. Ketinggian permukaan situs 360 meter dpal. Situs ini terletak di Dusun Gedong Putri, Desa Kelapa Sawit, Kecamatan Candipuro.[2] Di Situs Gedong Putri terdapat tumpukan batu bata kono yang kondisi sudah patahan dan tidak berbentuk sebuah bagunan. Lumpang batu, umpak batu serta batu andesit sudah dipahat dalam bentuk segi empat. Sedangkan pada temuan lingga dan yoni tempatnya terpisah dengan situs candi gedong putri. Letak lingga dan yoni berada pada sisi barat laut berjarak kurang lebih 70 m dari Candi Gedong Putri.
Luas tumpukan batu yang membentuk denah Candi Gedong Putri ini berukuran 11 meter X 7,5 meter. Unsur bangunan terdiri dari sebuah ambang pintu yang terbuat dari batu andesit. Ukuran dari ambang pintu yang terbuat dengan batu andesit adalah 60 X 35 Cm, tebal 20 Cm, berserta lobang engselnya dengan diameter 8 Cm dan dalamnya 9 Cm lubang pasak bentuk persegi panjang yang pasaknya telah patah, (2) sebuah ambang pintu yang masih utuh dengan ukuran 110 X 40 Cm, tebal 20 Cm beserta lobang engselnya dengan diameter 8 Cm dan dalamnya 14 Cm serta berlobang pasak berbentuk persegi dengan ukuran 13 X 8 Cm dalamnya 7 Cm, dengan lebar jalan masuk 80 Cm. Selain itu terdapat lima buah balok batu andesit besar (128 X 49 Cm tebal 23 Cm, 77 X 5 Cm tebal 20 Cm, 96 X 46,5 tebal 22 Cm, 87 X 33 Cm tebal 20, dan 84 X 40 Cm tebal 22 Cm), (3) yoni yang berukuran tinggi 64 Cm dan lebarnya 63 X 63 Cm, sedangkan lebar bagian tengah adalah 42 Cm. Lubang tempat Lingga berukuran 17 Cm, sedangkan ukuran cerat 24 X 17 Cm, tebal 17 Cm dan lobang saluran air 2,5 Cm, (4), Lampung batu berukuran diameter bidang datar 46 Cm, diameter lubang
14 Cm dan kedalaman lubang 13 Cm. Umpak batu berukuran tinggi 30 Cm, Panjang 30 Cm dan lebar 24 Cm.[3]
Dengan temuan lingga dan yoni, yang mempunyai fungsi yaitu yoni merupakan tumpuan untuk suatu arca atau lingga yang berfungsi sebagai penyalur air pembasuh arca atau lingga. Lingga merupakan simbol dewa Siwa yang bentuknya seperti kemaluan laki (Phallus). Dewa Siwa dihubungkan dengan lambang kesuburan dan lambang Siwa sebagai pemberi air[4], Siwa juga terkenal disembah sabagai  Lingga, Simbol kelamin laki laki[5], lingga dan yoni dapat kita jumpai di sejumlah situs Candi di Malang. Tulungagung, Blitar, Mojokerto, dan Jombang, Madiun. Bangunan ini biasa ditemukan  di balik utama candi atau ada juga yang posisinya terbuka dalam arti dikelilingi candi. Bangunan lingga dan yoni merupakan simbol dari penganut agama sekte Siwa yang memang pada masa Majapahit sangat dominan. Bagi para pengikut Siwa Lingga adalah perwujudan dari Dewa Siwa, sedangkan yoni perwujudan dari Dewi Partiwi, istri Dewa Siwa.  Lingga (unsur maskulin) yang menancap pada yoni (unsur feminim) mengambarkan penyatuan antara Siwa dan Pratiwi yang melambangkan kesuburan. Penyatuan keduanya merupakan kekuatan tertinggi[6]. Lingga dan Yoni yang di temukan di gedong putri memiliki pahatan yang halus. Yoni ini memiliki pelipit sisi genta dibagian bawah dan pelipit persegi pada bagian badan. Cerat yoni di sangga oleh pahatan naga halus, indah dan detail dalam pemahatanya dan dilengkapi dengan aksesoris yang berupa kalung (hara) dan Subang (Kundala).
Dengan keseluruhan temuan dari candi Gedongputri dapat dikategorikan situs pemukiman pada tingkat I. Situs tingkat pemukiman I adalah situs pemukiman yang kompleks, memliki struktur bangunan permanen dari bata, dan artefak-artefak yang padat dan beragam yang menunjukkan berbagai perlengkapan kehidupan sehari-hari. Struktur keruangan pemukiman dapat diidentifikasi yang meliputi ruang untuk tempat tinggal, serta ruang-ruang untuk aktivitas lainnya, seperti aktivitas religi, sosial, ekonomi, dan politik. Pemilihan lokasi memenuhi syarat untuk bermukim dan relatif mudah ditempuh oleh sarana transportasi yang ada pada masa itu[7]. Lokasi yang memenuhi syarat adalah kesuburan tanah, tersedianya air bersih, serta keamanan wilayah tersebut menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat tinggal.
Keterangan Tekstual
Sumber dari susastra pararaton yang menyebutkan bahwa’’.................’’beliau Wiraraja pamit kembali ke Lamajang Tigang Juru, Karena janji Raden Wijaya akan membagi pulau Jawa. mendapatkan anugerah daerah Lumajang Utara. Selatan dan Tigang Juru. (......................Sira wiraraja amit anggulihi ing lamajang tigang juru, apan pasamayanira raden Wijaya amalihara Jawa, kaugrahan lurah Lamajang lor kidul lawan Tigang Juru).[8]   
Kidung Hasana Wijaya (115b) menyebutkan bahwa “ maka kemudian beliau adhipati Madhura telah mendapatkan kedudukan, dibagi dualah Pulau Jawa oleh Sri Narendra dan (Wiraraja) telah ditempatkan di Lumajang...............(Ndan sira adhipating Madhura wus sinung linggih pinalih punang Yawadwipa denira Sri Narendra pinrenah woten ing Lamjang..........).[9]
Kidung Ranggalawe (Nyanyian XIV) hanya menyebutkan dengan “ Tigang Juru”-  tanpa didahulu oleh kata “Lamajang”. Susatra ini menceritakan Bahwa....Aryya Adhikara (= wararaja) jongkok bersembah dihadapkan kaki Sri Raja (=Wiraraja) yang telah berhasil sebagai raja, ratu agung negara Wiwatika,memohon membagi dua negara, Tigang Juru, karena demikianlah janji waktu dahulu (.................sirayyadhikara nuli, mendek i jeng sri aji, sangsiddha wekas ing prabhu, sira narendeng Wi’wa-Tikta, minta marwana nagar, Tigang Juru, pan samayeng kreteng kuna)[10]
Prasasti Mula Malurung yang berangka tahun 1177 Saka sama dengan 15 Desember 1255 Masehi) Lempeng VII baris 1-3, yang menyebutkan bahwa “ beliau Nararyya Kirana semata-mata putra beliau Nararyya Smining Rat, ditetapkan menjadi juru di Lamajang dipasang menjadi perlindungan dunia di negara Lamajang..........( ra nararyya kirana saksat atmaja nira nararyya semining rat, pinratista juru lamajang, pinasangka jagad palaka. Ngka neng nagara lamajang..............[11]. Dari prsasti ini yang menyebut tentang kedudukan Lamajang dalam berokrasi pemerintahan Singhasari. Lamajang menjadi kerajaan vasal dari kerajaan Singhasari yang dipimpin oleh pejabat dengang tingakatan juru.
Paparaton menyebutkan wilayah negara Lamajang, yang terdiri dari tiga daerah, yaitu Lamjang Utara, Lamajang Selatan, dan Juru. Tingkat jabatan dari penguasa daerah ini sebagai berikut, pertama Lamajang Utara perintah oleh Nambi, yang menjabat patih, kedua Lamajang Selatan perintah oleh Sora, yang menjabat sebagai demung, ketiga Tigang Juru diperintahan oleh Tipar. Yang menjabat sebagai tumenggung. Pada masa itu, jabatan tumenggung lebih rendah daripada demung. Dari keterangan ini bahwa dalam daerah Tigang Juru terdapat tiga pejabat setingkat juru, serta tumenggung membawai para juru.
Dari sumber Tektual ini Lamajang menjadi daerah penting bagi kerajaan Singasari. Situs Candipuro ada sebuah petunjuk dengan adanya keterangan dalam prasasti Mula malurung adalah penamaan reruntuhan bangunan diatas dengan “Gedong Putri. Kata putri ini mengingatkan kepada putri Simining Rat, yaitu Nararyya Kirana, yang dinobatkan sebagai juru nagara Lamajang. Kata kirana yang artinya bulan, seringkali digunakan sebagai unsur nama wanita. Dalam cerita Panji dikenal nama tokoh Galuh Candra Kirana, yang mana ketiga kata ini bersinonim arti.
Dari pengakatan seorang juru atau raja bawahan dari lamajang yang merupakan anak dari Raja Singasari di Lamajang. Ini membuktikan Lamajang sudah dikenal pada masa sebelumnya karena dalam pembentukan pemerintahan memerlukan proses waktu yang lama. Lamajang pada masa Raja Sri Raja Sang Amurwabumi, dikembankan dalam pertanian khususnya daerah dataran rendah.
Sepeninggal Raja Sri Raja Sang Amurbhumi pada tahun 1246 Masehi terjadi banyak pengertian kekuasaan dengan 3 orang raja dalam kurun waktu 5 tahun dan dipenuhi oleh huru-hara darai para pewaris tahta, yaitu putra Ken Angrok-Ken Dedes maupun Ken Umang. Oleh karena itu, kita hanya memperkirakan bahwa dalam masa ini Kerajaan Singasari lebih memperkuat konsiliasi intern dan belum sempat memikirkan keutuhan wilayah yang secara tradisional meliputi wilayah yang selama ini telah ada. Pembinaan dan pengembangan wilayah yang secara tradisional meliputi Wilayah Singasari dan Kediri berlangsung ketika pemerintahan Raja Wisnuwardhana yang merupakan Raja Singasari yang Ke-5.
Pengembangan kota-kota kuno Lamajang pada masa Singasari diperkirakan ada di Daerah Candipuro, letak daerah ini yang sangat strategis, yaitu berada di lereng Gunung Semeru yang senantiasa mendapatkan aliran air yang berkecukupan sehingga dapat tempat pengumpulan bahan pertanian yang dihasilkan oleh daerah-daerah sekitarnya maupun sebagai pusat pemerintahan yang menghubungkan para pejabat Singasari yang ditempatkan di wilayah Lumajang dengan pusat kerajaan, yaitu di Singasari.[12]
Membangun karakter kebangsaan
 Dengan mempelajari peninggalan purbakala, diharapkan dapat tertanam rasa memiliki, bangga, melestarikan, dan belajar dari sejarah untuk membangun karakter kebangsaan. Membangun merupakan kata yang mempunyai tahapan. Misal, kata ini diletakkan pada kalimat membangun rumah. Membangun rumah, proses awal adalah pembuatan pondasi terdiri dari batu, pasir, semen serta gamping. Pondasi harus kuat, karena merupakan penopang dasar bangunan rumah. Pondasi rumah merupakan tahapan awal dalam membangun rumah, apabila pondasinya tidak kuat, rumah tersebut tidak akan tahan dari berbagai goncangan.
Kata membangun diletakkan pada kalimat “ Membangun Karakter Kebangsaan”. Membangun karakter kebangsaan merupakan hal yang paling pokok untuk menanam rasa nasionalisme pada anak-anak SD, SMP dan SMA. Membangun karakter kebangsaan pada anak SD, SMP, SMA dengan menggunakan pondasi yang berbahan peninggalan purbakala. Dilihat dari pandangan Hertz terdapat 4 elemen yang harus dimiliki setiap orang yang nasionalisme, keempat elemen tersebut adalah :
  1. Persatuan bangsa
  2. Kemerdekaan
  3. Keaslian atau kepribadian
  4. Harga diri
Apabila ini tidak dipahami maka orang Indonesia tidak akan bangga dengan bangsanya, tetapi sebaliknya akan bangga kepada budaya negara lain. Kepribadian bangsa tidak lepas dari sejarah perjalanan terbentuknya negara Indonesia.[13]
Dengan kepribadian bangsa, yang dikembangkan dari SD, SMP, SMA, melalui peninggalan purbakala, khususnya peninggalan Gedong Putri Candipuro, akan mengembangkan karakter kebangsaan, sedangkan kondisi peninggalan purbakala di Lumajang sangat memprihatinkan, ini dimakasudkan tidak ada guru sejarah yang memfaatkan ini media pembelajaran. Dengan pembelajaran menggunakan peninggalan purbakala akan memberikan manfaat bagi pelestarian cagar budaya. Peran ini tidak hanya dipegang oleh pemerintah Lumajang, tetapi kita semua mempunyai peranan untuk melestarikan, menjaga serta mempelajarinya. Terutama pada peserta didik anak SD, SMP, SMA khususnya di wilayah kecamatan Candipuro serta Kabupaten Lumajang.
Kontribusi Dalam Pendidikan Lokal
Situs Candi Gedong Putri kalau kita memanfaatkan dapat memberikan kontribusi dalam menumbuhkan karakter kebangsaan bagi generasi penerus kita, terutama dalam dunia pendidikan seperti anak SD, SMP, dan SMA. Situs Candi Gedung Putri merupakan bagian perjalanan sejarah Lumajang. Dalam dunia pendidikan lokal dapat dimafaatkan dengan sebagai media pembelajaran.
Media sangat penting dalam mendukung kegiatan pembelajaran. Guru perlu memberikan kemudahan atau fasilitas dalam menyampaikan informasi. Sebaliknya siswa memperoleh kemudahan dalam menerima Informasi akan belajar lebih bergairah dan termotivasi. Sedang tugas pokok guru adalah sebagai perancang (designer), pelaksana (executior), penilai (evaluator) dan pemberi motivasi (motivator).
Perancang (designer), guru harus punya banyak rancangan dalam pembelajaran. Dalam perancangan guru harus mempertimbangkan dari segi waktu, kondisi siswa, kondisi sekolah, serta alat yang mendukung pembelajaran. Supaya dapat mendukung berjalannya rancangan pembelajaran yang sudah dibuat dan dapat tujuan yang ingin dicapai. Pelaksana (executior), guru membuat langkah awal dengan perancangan langkah kedua adalah pelaksanan. Dalam pelaksanaan biasa terdapat langkah yang membuat dalam perancangan tidak berjalan misal ketika guru mau menjalaskan materi menggunakan layar proyektor namun tiba-tiba lampu mati. Guru harus menyediakan rancangan cadangan untuk mengatasinya agar tetap pembelajaran jalan dan tujuan yang ingin dicapai tetap terpenuhi. Penilai (evaluator), guru menilai apakah tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi serta perancangan pembelajaran yang sudah dibuat sudah sesuai dengan karakter siswa yang diajar. Motivasi (motivator) guru harus dapat memberikan motivasi dari apa yang didapat dari materi yang disampaikan.
Media pembelajaran merupakan hal yang ada didalam perancangan pembelajaran. Menurut pakar pendidikan Edgar  Dale yang terkenal dengan kerucut pendidikan pengalamannya (The Cone Of Experience). Kerucut pengalaman ini berfungsi sebagai suatu visual yang sama dengan tingkat konkritkongkret dan abstraksi metode mengajar dan media pembelajaran. Tujuan kerucut pengalaman ini adalah ingin merepresentasikan tingkat pengalaman, yaitu dari pengalaman yang langsung atau konkrit menuju pengalaman yang paling abstrak (simbolis).[14]
Dari konsep ini cagar budaya purbakala situs Candi Gendung Putri dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Namun dalam prosedur pemilahan dalam media ada lima yaitu:
  1. Identifikasi ciri media yang diperlukan sesuai dengan kondisi, untuk kerja atau tingkat setiap tujuan pembelajaran
  2. Identifikasi karakteristik siswa (pembelajaran) yang memerlukan media pembelajaran khusus.
  3. Identifikasi karakteristik lingkungan belajar berkenaan dengan media pembelajran yang akan digunakan
  4. Identifikasi pertimbangan-pertimbangkan prkatis yang memungkinkan media mana yang mudah diusahakan atau dilaksanakan
  5. Identifikasi faktor ekonomi dan organisasi yang mungkin menentukan kemudahan penggunaan media pembelajaran[15]
  Dari pendapat pakar pendidikan Edgar  Dale yang terkenal dengan kerucut pendidikan pengalamannya, media situs Gedung Putri dapat digolongkan pada karya wisata. Karya wisata pada situs Gedung Putri dari prosedur pemilihan dalam media pembelajaran ada nilai kelebihan dan kekurangan. Kekurangannya adalah memerlukan waktu yang panjang, guru harus menguasai materi tentang situs gedung putri, memerlukan dana tranportasi untuk mencapai situs dan guru harus menguasi penuh siswa. Kelebihan dapat mengenal dan belajar sejarah dari peninggalannya secara langsung, dapat menjaga, serta menlestarikan cagar budaya. Menumbuhkan karakter kebangsaan pada siswa.
Dengan adanya nilai lebih dari media situs Gedung Putri. nilai lebih itu adalah belajar, melestarikan dan menjaga peninggalan sejarah wilayah Lumajang. Kondisi sekarang peserta didik yang tidak tahu penginggalan sejarah lokal dan keterbatasan kemampuan guru sejarah dalam menguasi sejarah lokal. Bagaimana bisa mencetak peserta didik yang sadar dan belajar dari sejarah. Padahal bapak Proklamator Soekarno terkenal dengan JasMerahnya, jangan sampai melupakan sejarah. Kalau kita benar belajar dari sejarah untuk menapak masa depan dengan lebih baik.
Penutup
Pendidikan sejarah berskala lokal memberikan kontribusi menanamkan rasa belajar, menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah. Guru sejarah yang ada di Lumajang memanfaatkan peninggalan sejarah dan mencari kesejarahnya. Situs Gudung Putri yang ada di wilayah  Dusun Gedung Putri Desa Keloposawit, Kecamatan Candipuro bisa dimaafkan guru sejarah untuk pembelajaran peserta didik. Dengan ini akan memberikan kontribusi kepada peserta didik dan situs gedung putri. Kontribususi bagi peserta didik akan menubuhkan rasa memiliki, menjaga, melestarikan dan belajar dari kesejarahanya. Kontribusi bagi situs gedung putri akan dimanfaatkan sebagai media pembejaran oleh guru khusunya guru yang berada di Kecamatan Candipuro serta situs gedung putri akan terawat.
           







[1]GTT.
[2] Rangkuti, N. 2003. Pola Pemukiman Desa Masa Majapahit: Kajian situs Arkeologi Kabupaten Lumajang,  Jawa Timur (Hal 13). Yogyakarta: Balai Arkelogi Yogyakarta Kementrian kebudayaan dan peristiwa
[3] Lihat, Rangkuti, N. Ibid, halaman 13-14
[4] Bosch. 1963. Pengertian dan Fungsi Patirtaan Pada Masa Klasik di Jawa, Skripsi S-1. Yogyakarta: Fakultas Sastra Gadjah Mada.
[5]  Hadiwijono, H. 1990.  Agama Hindu dan Budha (hal 28). Jakarta: PT Gunung Mulai
[6] Kompas, Sabtu , 25 Juli 2009
[7] Lihat, Rangkuti, N, Ibid, halaman. 35
[8] Brendes, J. L. A. 1897. Pararaton (Ken Arok) Of Boek der Koningen van Tumapel van  Majapahit. Uitgegeven en Toegelicht door Der.J. Brendes. VBG XLIX
[9] Berg, C. C. 1931. Een Nieuwe Redactie Van De Roman van Raden Wijaya. BKI, Deal 88
[10] Berg, C.C. 1930. Rangga Lawe, Middle Javaansch Historishe Roman. Bibliotheca Javanica 1.
[11] Atmodjo, M.M., Soekarto K. 1990. Menelusuri Sejarah Hari Jadi Lumajang Berdasarkan Data Prasasti dan Naska Kuno. Makalah (inprees): Lumajang: Pemda dati II Luamajang
[12] Hidayat, M. 2013. Arya Wiraraja dan Lamajang tigang Juru (Hal 13-14). Denpasar: Pustaka Larasan
[13] Mustopo, H. M, dkk. 2003. Sejarah dan Budaya Dari Masa Kuno Sampai Kontemporer (Hal 86). Malang: Unversitas Negeri Malang (UM PRESS)
[14] Panuji, H. 2008. Pemanfaatan Media (Hal 10-11). Naskah disiapakan untuk materi acuan pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dia PSG Rayon 15 Unversitas Negeri Malang
[15]Lihat, Panuji, H. Ibid, halaman 22