KONTRIBUSI SITUS CANDI GEDONGPUTRI DALAM
PENDIDIKAN SEJARAH BERSKALA LOKAL
CONTRIBUTION SITE HISTORY OF EDUCATION IN THE TEMPLE GEDONG
PUTRI LOCAL SCALE
Faris
Dwi Ristian[1]
Abstrak. Situs gedung putri berada di wilayah Dusun Gedung
Putri, Desa Kelapa Sawit, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Nilai
kesejarahan dari situs gedung putri dapat memberikan kontribusi dalam
pendidikan berskala lokal. Dengan ini rasa memiliki, menjaga, melestarikan dan
belajar dari kesejarahanya akan tumbuh pada peserta didik.
Situs Gedung
Putri is located in the region, Village Kelopo
Sawit, District Candipuro, Lumajang. Historical value of the building site can
contribute to women's education local scale. With this sense of belonging,
maintain, preserve and learn from history
will grow on the learner.
Kata- kata kunci: Situs
Candi Gedongputri, Pendidikan Berskala Lokal
Kontribusi
Situs Gedong Putri pada pendidikan berskala lokal adalah dapat di masukan dalam
pengayaan materi sejarah, khusunya pada mata pelajaran sejarah SMA kelas XI
Program IPS. Pada standar kompetensi: 1.
Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional.
Kompentensi dasar : 1.2 Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara
kerajaan Hindhu- Budha. Situs Gedong Putri dapat dipakai sebagai media
pembalajaran sejarah dengan karya wisata dan dapat menumbuhkan rasa memiliki serta
melestarikan peninggalan sejarah pada peserta didik khususnya wilayah Kabupaten
Lumajang. Dalam melestarikan cagar budaya yang ada di wilayah Lumajang. Tidak
dapat mengantungkan tanggung jawab kepada pemerintah setempat saja, namun peran
kita semua diperlukan menjaga dan melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah
yang ada di Kabupaten Lumajang.
Situs
Candi Gedong Putri
Letak
situs candi gedong putri pada wilayah Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang terletak pada 112˚ 50’ -
113˚ 23 BT dan 7˚ 54’ - 8˚ 23’ LS. Luas wilayah secara keseluruhan 1.790, 90 km persegi.
Wilayah ini dibatasi oleh Kabupaten Malang di sebelah barat dengan batas Gunung
Semeru, Pegunungan Tengger, dan Sungai Glidik. Sisi timur dibatasi oleh wilayah
administratif Kabupaten Jember dengan batasan sungai
Bondoyudo. Sisi Utara dibatisi Pegunungan Tengger dan Gunung Lamongan yang
berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia.
Situs Candi Gedong Putri pada posisi 8 ° 10’24,9” Lintang Selatan dan 113°
4’40,2” Bujur Timur. Ketinggian permukaan situs 360 meter dpal. Situs ini
terletak di Dusun Gedong Putri, Desa Kelapa Sawit, Kecamatan Candipuro.[2]
Di Situs Gedong Putri terdapat tumpukan batu bata kono yang kondisi sudah
patahan dan tidak berbentuk sebuah bagunan. Lumpang batu, umpak batu serta batu
andesit sudah dipahat dalam bentuk segi empat. Sedangkan pada temuan lingga dan
yoni tempatnya terpisah dengan situs candi gedong putri. Letak lingga dan yoni
berada pada sisi barat laut berjarak kurang lebih 70 m dari Candi Gedong Putri.
Luas
tumpukan batu yang membentuk denah Candi Gedong Putri
ini berukuran 11 meter X 7,5 meter. Unsur bangunan terdiri dari sebuah ambang
pintu yang terbuat dari batu andesit. Ukuran dari ambang pintu yang terbuat
dengan batu andesit adalah 60 X 35 Cm, tebal 20 Cm, berserta lobang engselnya
dengan diameter 8 Cm dan dalamnya 9 Cm lubang pasak bentuk persegi panjang yang
pasaknya telah patah, (2) sebuah ambang pintu yang masih utuh dengan ukuran 110
X 40 Cm, tebal 20 Cm beserta lobang engselnya dengan diameter 8 Cm dan dalamnya
14 Cm serta berlobang pasak berbentuk persegi dengan ukuran 13 X 8 Cm dalamnya
7 Cm, dengan lebar jalan masuk 80 Cm. Selain itu terdapat lima buah balok batu
andesit besar (128 X 49 Cm tebal 23 Cm, 77 X 5 Cm tebal 20 Cm, 96 X 46,5 tebal
22 Cm, 87 X 33 Cm tebal 20, dan 84 X 40 Cm tebal 22 Cm), (3) yoni yang
berukuran tinggi 64 Cm dan lebarnya 63 X 63 Cm, sedangkan lebar bagian tengah
adalah 42 Cm. Lubang tempat Lingga berukuran 17 Cm, sedangkan ukuran cerat 24 X
17 Cm, tebal 17 Cm dan lobang saluran air 2,5 Cm, (4), Lampung batu berukuran
diameter bidang datar 46 Cm, diameter lubang
14 Cm dan kedalaman
lubang 13 Cm. Umpak batu berukuran tinggi 30 Cm, Panjang 30 Cm dan lebar 24 Cm.[3]
Dengan
temuan lingga dan yoni, yang mempunyai fungsi yaitu yoni merupakan tumpuan
untuk suatu arca atau lingga yang berfungsi sebagai penyalur air pembasuh arca
atau lingga. Lingga merupakan simbol dewa Siwa yang bentuknya seperti kemaluan
laki (Phallus). Dewa Siwa dihubungkan dengan lambang kesuburan dan lambang Siwa
sebagai pemberi air[4], Siwa
juga terkenal disembah sabagai Lingga,
Simbol kelamin laki laki[5],
lingga dan yoni dapat kita jumpai di sejumlah situs Candi di Malang.
Tulungagung, Blitar, Mojokerto, dan Jombang, Madiun. Bangunan ini biasa
ditemukan di balik utama candi atau ada
juga yang posisinya terbuka dalam arti dikelilingi candi. Bangunan lingga dan
yoni merupakan simbol dari penganut agama sekte Siwa yang memang pada masa
Majapahit sangat dominan. Bagi para pengikut Siwa Lingga adalah perwujudan dari
Dewa Siwa, sedangkan yoni perwujudan dari Dewi Partiwi, istri Dewa Siwa. Lingga (unsur maskulin) yang menancap pada
yoni (unsur feminim) mengambarkan
penyatuan antara Siwa dan Pratiwi yang melambangkan kesuburan. Penyatuan keduanya
merupakan kekuatan tertinggi[6].
Lingga dan Yoni yang di temukan di gedong
putri
memiliki pahatan yang halus. Yoni ini memiliki pelipit sisi genta dibagian
bawah dan pelipit persegi pada bagian badan. Cerat yoni di sangga oleh pahatan
naga halus, indah dan detail dalam pemahatanya dan dilengkapi dengan aksesoris
yang berupa kalung (hara) dan Subang
(Kundala).
Dengan
keseluruhan temuan dari candi Gedongputri dapat dikategorikan situs pemukiman
pada tingkat I. Situs tingkat pemukiman I adalah situs pemukiman yang kompleks,
memliki struktur bangunan permanen dari bata, dan artefak-artefak yang padat
dan beragam yang menunjukkan berbagai perlengkapan kehidupan sehari-hari.
Struktur keruangan pemukiman dapat diidentifikasi yang meliputi ruang untuk
tempat tinggal, serta ruang-ruang untuk aktivitas lainnya, seperti aktivitas
religi, sosial, ekonomi, dan politik. Pemilihan lokasi memenuhi syarat untuk
bermukim dan relatif mudah ditempuh oleh sarana transportasi yang ada pada masa
itu[7].
Lokasi yang memenuhi syarat
adalah kesuburan tanah, tersedianya air bersih, serta keamanan wilayah tersebut
menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat tinggal.
Keterangan
Tekstual
Sumber dari susastra pararaton yang
menyebutkan bahwa’’.................’’beliau Wiraraja pamit kembali ke Lamajang
Tigang Juru, Karena janji Raden Wijaya akan membagi pulau Jawa. mendapatkan
anugerah daerah Lumajang Utara. Selatan dan Tigang Juru.
(......................Sira wiraraja amit
anggulihi ing lamajang tigang juru, apan pasamayanira raden Wijaya amalihara
Jawa, kaugrahan lurah Lamajang lor kidul lawan Tigang Juru).[8]
Kidung
Hasana Wijaya (115b) menyebutkan bahwa “ maka kemudian beliau adhipati Madhura
telah mendapatkan kedudukan, dibagi dualah Pulau Jawa oleh Sri Narendra dan
(Wiraraja) telah ditempatkan di Lumajang...............(Ndan sira adhipating Madhura wus sinung linggih pinalih punang
Yawadwipa denira Sri Narendra pinrenah woten ing Lamjang..........).[9]
Kidung
Ranggalawe (Nyanyian XIV) hanya menyebutkan dengan “ Tigang Juru”- tanpa didahulu oleh kata “Lamajang”. Susatra
ini menceritakan Bahwa....Aryya Adhikara (= wararaja) jongkok bersembah
dihadapkan kaki Sri Raja (=Wiraraja) yang telah berhasil sebagai raja, ratu agung
negara Wiwatika,memohon membagi dua negara, Tigang Juru, karena demikianlah
janji waktu dahulu (.................sirayyadhikara
nuli, mendek i jeng sri aji, sangsiddha wekas ing prabhu, sira narendeng Wi’wa-Tikta,
minta marwana nagar, Tigang Juru, pan samayeng kreteng kuna)[10]
Prasasti
Mula Malurung yang berangka tahun 1177 Saka sama dengan 15 Desember 1255
Masehi) Lempeng VII baris 1-3, yang menyebutkan bahwa “ beliau Nararyya Kirana
semata-mata putra beliau Nararyya Smining Rat, ditetapkan menjadi juru di
Lamajang dipasang menjadi perlindungan dunia di negara Lamajang..........( ra nararyya kirana saksat atmaja nira
nararyya semining rat, pinratista juru lamajang, pinasangka jagad palaka. Ngka
neng nagara lamajang..............[11].
Dari prsasti ini yang menyebut tentang kedudukan Lamajang dalam berokrasi
pemerintahan Singhasari. Lamajang menjadi kerajaan vasal dari kerajaan
Singhasari yang dipimpin oleh pejabat dengang tingakatan juru.
Paparaton
menyebutkan wilayah negara Lamajang, yang terdiri dari tiga daerah, yaitu
Lamjang Utara, Lamajang Selatan, dan Juru. Tingkat jabatan dari penguasa daerah
ini sebagai berikut, pertama Lamajang Utara perintah oleh Nambi, yang menjabat
patih, kedua Lamajang Selatan perintah oleh Sora, yang menjabat sebagai demung, ketiga Tigang Juru diperintahan
oleh Tipar. Yang menjabat sebagai tumenggung. Pada masa itu, jabatan tumenggung lebih rendah daripada demung. Dari keterangan ini bahwa dalam
daerah Tigang Juru terdapat tiga pejabat setingkat juru, serta tumenggung
membawai para juru.
Dari
sumber Tektual ini Lamajang menjadi daerah penting bagi kerajaan Singasari. Situs
Candipuro ada sebuah petunjuk dengan adanya keterangan dalam prasasti Mula
malurung adalah penamaan reruntuhan bangunan diatas dengan “Gedong Putri. Kata putri
ini mengingatkan kepada putri Simining Rat, yaitu Nararyya Kirana, yang
dinobatkan sebagai juru nagara Lamajang. Kata kirana yang artinya bulan,
seringkali digunakan sebagai unsur nama wanita. Dalam cerita Panji dikenal nama
tokoh Galuh Candra Kirana, yang mana
ketiga kata ini bersinonim arti.
Dari
pengakatan seorang juru atau raja bawahan dari lamajang yang merupakan anak
dari Raja Singasari di Lamajang.
Ini membuktikan Lamajang
sudah dikenal pada masa sebelumnya karena dalam pembentukan pemerintahan
memerlukan proses waktu yang lama. Lamajang pada masa Raja Sri Raja Sang Amurwabumi,
dikembankan dalam pertanian khususnya daerah dataran rendah.
Sepeninggal
Raja Sri Raja Sang Amurbhumi pada tahun 1246 Masehi terjadi banyak pengertian
kekuasaan dengan 3 orang raja dalam kurun waktu 5 tahun dan dipenuhi oleh
huru-hara darai para pewaris tahta, yaitu putra Ken Angrok-Ken Dedes maupun Ken
Umang. Oleh karena itu, kita hanya memperkirakan bahwa dalam masa ini Kerajaan
Singasari lebih memperkuat konsiliasi intern dan belum sempat memikirkan keutuhan
wilayah yang secara tradisional meliputi wilayah yang selama ini telah ada.
Pembinaan dan pengembangan wilayah yang secara tradisional meliputi Wilayah
Singasari dan Kediri berlangsung ketika pemerintahan Raja Wisnuwardhana yang
merupakan Raja Singasari yang Ke-5.
Pengembangan
kota-kota kuno Lamajang pada masa Singasari diperkirakan ada di Daerah
Candipuro, letak daerah ini yang sangat
strategis, yaitu berada di lereng Gunung Semeru yang senantiasa mendapatkan
aliran air yang berkecukupan sehingga dapat tempat pengumpulan bahan pertanian
yang dihasilkan oleh daerah-daerah sekitarnya maupun sebagai pusat pemerintahan
yang menghubungkan para pejabat Singasari yang ditempatkan di wilayah Lumajang
dengan pusat kerajaan, yaitu di Singasari.[12]
Membangun
karakter kebangsaan
Dengan mempelajari peninggalan purbakala,
diharapkan dapat tertanam rasa memiliki, bangga, melestarikan, dan belajar dari
sejarah untuk membangun karakter kebangsaan. Membangun merupakan kata yang
mempunyai tahapan. Misal, kata ini diletakkan pada kalimat membangun rumah.
Membangun rumah, proses awal adalah pembuatan pondasi terdiri dari batu, pasir,
semen serta gamping. Pondasi harus kuat, karena merupakan penopang dasar
bangunan rumah. Pondasi rumah merupakan tahapan awal dalam membangun rumah,
apabila pondasinya tidak kuat, rumah tersebut tidak akan tahan dari berbagai
goncangan.
Kata membangun diletakkan pada kalimat “
Membangun Karakter Kebangsaan”. Membangun karakter kebangsaan merupakan hal
yang paling pokok untuk menanam rasa nasionalisme pada anak-anak SD, SMP dan
SMA. Membangun karakter kebangsaan pada anak SD, SMP, SMA dengan menggunakan
pondasi yang berbahan peninggalan purbakala. Dilihat dari pandangan Hertz
terdapat 4 elemen yang harus dimiliki setiap orang yang nasionalisme, keempat
elemen tersebut adalah :
- Persatuan bangsa
- Kemerdekaan
- Keaslian atau kepribadian
- Harga diri
Apabila ini tidak
dipahami maka orang Indonesia tidak akan bangga dengan bangsanya, tetapi
sebaliknya akan bangga kepada budaya negara lain. Kepribadian bangsa tidak
lepas dari sejarah perjalanan terbentuknya negara Indonesia.[13]
Dengan
kepribadian bangsa, yang dikembangkan dari SD, SMP, SMA, melalui peninggalan
purbakala, khususnya peninggalan Gedong Putri Candipuro, akan mengembangkan karakter
kebangsaan, sedangkan kondisi peninggalan purbakala di Lumajang sangat
memprihatinkan, ini dimakasudkan tidak ada guru sejarah yang memfaatkan ini
media pembelajaran. Dengan pembelajaran menggunakan peninggalan purbakala akan
memberikan manfaat bagi pelestarian cagar budaya. Peran ini tidak hanya
dipegang oleh pemerintah Lumajang, tetapi kita semua mempunyai peranan untuk
melestarikan, menjaga serta mempelajarinya. Terutama pada peserta didik anak
SD, SMP, SMA khususnya di wilayah kecamatan Candipuro serta Kabupaten Lumajang.
Kontribusi
Dalam Pendidikan Lokal
Situs
Candi Gedong Putri kalau kita memanfaatkan dapat memberikan kontribusi dalam
menumbuhkan karakter kebangsaan bagi generasi penerus kita, terutama dalam
dunia pendidikan seperti anak SD, SMP, dan SMA. Situs Candi Gedung Putri
merupakan bagian perjalanan sejarah Lumajang. Dalam dunia pendidikan lokal dapat
dimafaatkan dengan sebagai media pembelajaran.
Media
sangat penting dalam mendukung kegiatan pembelajaran. Guru perlu memberikan
kemudahan atau fasilitas dalam menyampaikan informasi. Sebaliknya siswa
memperoleh kemudahan dalam menerima
Informasi akan belajar lebih bergairah dan termotivasi. Sedang tugas pokok guru
adalah sebagai perancang (designer),
pelaksana (executior), penilai (evaluator) dan pemberi motivasi (motivator).
Perancang
(designer), guru harus punya banyak
rancangan dalam pembelajaran. Dalam perancangan guru harus mempertimbangkan
dari segi waktu, kondisi siswa, kondisi sekolah, serta alat yang mendukung
pembelajaran. Supaya dapat mendukung berjalannya rancangan pembelajaran yang
sudah dibuat dan dapat tujuan yang ingin dicapai. Pelaksana (executior), guru membuat langkah awal
dengan perancangan langkah kedua adalah pelaksanan. Dalam pelaksanaan biasa
terdapat langkah yang membuat dalam perancangan tidak berjalan misal ketika
guru mau menjalaskan materi menggunakan layar proyektor namun tiba-tiba lampu
mati. Guru harus menyediakan rancangan cadangan untuk mengatasinya agar tetap
pembelajaran jalan dan tujuan yang ingin dicapai tetap terpenuhi. Penilai (evaluator), guru menilai apakah tujuan
yang ingin dicapai dapat terpenuhi serta perancangan pembelajaran yang sudah
dibuat sudah sesuai dengan karakter siswa yang diajar. Motivasi (motivator) guru harus dapat memberikan
motivasi dari apa yang didapat dari materi yang disampaikan.
Media
pembelajaran merupakan hal yang ada didalam perancangan pembelajaran. Menurut
pakar pendidikan Edgar Dale yang terkenal
dengan kerucut pendidikan pengalamannya (The
Cone Of Experience). Kerucut pengalaman ini berfungsi sebagai suatu visual
yang sama dengan tingkat konkritkongkret dan abstraksi metode mengajar dan
media pembelajaran. Tujuan kerucut pengalaman ini adalah ingin
merepresentasikan tingkat pengalaman, yaitu dari pengalaman yang langsung atau
konkrit menuju pengalaman yang paling abstrak (simbolis).[14]
Dari
konsep ini cagar budaya purbakala situs Candi Gendung Putri dapat dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran. Namun dalam prosedur pemilahan dalam media ada lima
yaitu:
- Identifikasi
ciri media yang diperlukan sesuai dengan kondisi, untuk kerja atau tingkat
setiap tujuan pembelajaran
- Identifikasi
karakteristik siswa (pembelajaran) yang memerlukan media pembelajaran
khusus.
- Identifikasi
karakteristik lingkungan belajar berkenaan dengan media pembelajran yang
akan digunakan
- Identifikasi
pertimbangan-pertimbangkan prkatis yang memungkinkan media mana yang mudah
diusahakan atau dilaksanakan
- Identifikasi
faktor ekonomi dan organisasi yang mungkin menentukan kemudahan penggunaan
media pembelajaran[15]
Dari pendapat pakar pendidikan Edgar Dale yang terkenal dengan kerucut pendidikan
pengalamannya, media situs Gedung Putri dapat digolongkan pada karya wisata.
Karya wisata pada situs Gedung Putri dari prosedur pemilihan dalam media
pembelajaran ada nilai kelebihan dan kekurangan. Kekurangannya adalah
memerlukan waktu yang panjang, guru harus menguasai materi tentang situs gedung
putri, memerlukan dana tranportasi untuk mencapai situs dan guru harus menguasi
penuh siswa. Kelebihan dapat mengenal dan belajar sejarah dari peninggalannya
secara langsung, dapat menjaga, serta menlestarikan cagar budaya. Menumbuhkan
karakter kebangsaan pada siswa.
Dengan
adanya nilai lebih dari media situs Gedung Putri. nilai lebih itu adalah belajar,
melestarikan dan menjaga peninggalan sejarah wilayah Lumajang. Kondisi sekarang
peserta didik yang tidak tahu penginggalan sejarah lokal dan keterbatasan
kemampuan guru sejarah dalam menguasi sejarah lokal. Bagaimana bisa mencetak
peserta didik yang sadar dan belajar dari sejarah. Padahal bapak Proklamator
Soekarno terkenal dengan JasMerahnya, jangan sampai melupakan sejarah. Kalau
kita benar belajar dari sejarah untuk menapak masa depan dengan lebih baik.
Penutup
Pendidikan
sejarah berskala lokal memberikan kontribusi menanamkan rasa belajar, menjaga
dan melestarikan peninggalan sejarah. Guru sejarah yang ada di Lumajang
memanfaatkan peninggalan sejarah dan mencari kesejarahnya. Situs Gudung Putri
yang ada di wilayah Dusun Gedung Putri Desa
Keloposawit, Kecamatan
Candipuro bisa dimaafkan guru sejarah untuk pembelajaran peserta
didik. Dengan ini akan
memberikan kontribusi kepada peserta didik dan situs gedung putri. Kontribususi
bagi peserta didik akan menubuhkan rasa memiliki, menjaga, melestarikan dan
belajar dari kesejarahanya. Kontribusi bagi situs gedung putri akan
dimanfaatkan sebagai media pembejaran oleh guru khusunya guru yang berada di Kecamatan
Candipuro serta situs gedung putri akan terawat.
[1]GTT.
[2] Rangkuti, N. 2003. Pola Pemukiman Desa Masa Majapahit: Kajian
situs Arkeologi Kabupaten Lumajang, Jawa
Timur (Hal 13). Yogyakarta: Balai Arkelogi Yogyakarta Kementrian kebudayaan
dan peristiwa
[3] Lihat, Rangkuti, N. Ibid, halaman 13-14
[4] Bosch. 1963. Pengertian dan Fungsi Patirtaan Pada Masa
Klasik di Jawa, Skripsi S-1. Yogyakarta: Fakultas Sastra Gadjah Mada.
[5] Hadiwijono, H. 1990. Agama
Hindu dan Budha (hal 28). Jakarta: PT Gunung Mulai
[6] Kompas, Sabtu , 25 Juli 2009
[7] Lihat, Rangkuti, N, Ibid, halaman. 35
[8] Brendes, J. L. A. 1897. Pararaton (Ken Arok) Of Boek der Koningen
van Tumapel van Majapahit.
Uitgegeven en Toegelicht door Der.J. Brendes. VBG XLIX
[9] Berg, C. C. 1931. Een Nieuwe Redactie Van De Roman van Raden
Wijaya. BKI, Deal 88
[10] Berg, C.C. 1930. Rangga Lawe, Middle Javaansch Historishe
Roman. Bibliotheca Javanica 1.
[11] Atmodjo, M.M., Soekarto K. 1990.
Menelusuri Sejarah Hari Jadi Lumajang
Berdasarkan Data Prasasti dan Naska Kuno. Makalah (inprees): Lumajang:
Pemda dati II Luamajang
[12] Hidayat, M. 2013. Arya Wiraraja dan Lamajang tigang Juru (Hal 13-14).
Denpasar: Pustaka Larasan
[13] Mustopo, H. M, dkk. 2003. Sejarah dan Budaya Dari Masa Kuno Sampai
Kontemporer (Hal 86). Malang: Unversitas Negeri Malang (UM PRESS)
[14] Panuji, H. 2008. Pemanfaatan Media (Hal 10-11). Naskah
disiapakan untuk materi acuan pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
dia PSG Rayon 15 Unversitas Negeri Malang
[15]Lihat, Panuji, H. Ibid, halaman 22