KELANGKAAN BBM
Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan
yang dibimbing oleh Bapak Masnur Muslich
OLEH :
Faris Dwi Ristian
107261407223
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
Mei, 2008
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini semua kebutuhan sehari-hari naik, termasuk
bahan bakar minyak juga naik. Hal ini sedikit meresahkan masyarakat Indonesia
karena bagaimanapun juga BBM termasuk salah satu kebutuhan yang penting bagi
masyarakat. Tanpa BBM, masyarakat yang menggunakan kompor gas untuk memasak
akan terhambat aktivitasnya, demikian juga
yang akan bepergian menggunakan kendaraan bermotor tidak akan dapat
melaksanakan aktivitasnya. Kelangkaan BBM akhir-akhir ini menjadi berita yang
hangat dibicarakan dan hampir menghiasi seluruh surat kabar, baik lokal maupun
nasional.
Belum lagi stasiun-stasiun televisi yang memperlihatkan
kepada kita tentang antrean panjang kendaraan di SPBU-SPBU yang ingin mengisi
bahan bakar premium dan solar. BBM menjadi langka dan sulit didapatkan. Banyak
pihak yang mengatakan bahwa kenaikan harga BBM dilakukan sebagai salah satu
upaya penghematan yang secara tidak langsung dilakukan oleh masyarakat itu
sendiri. Akan tetapi, hal ini bukanlah satu-satunya penyelesaian masalah yang
baik karena dengan adanya kenaikan harga BBM tersebut tidak sedikit masyarakat
yang cukup dirugikan.
Antrean panjang rakyat kecil di beberapa pangkalan
minyak tanah yang terpaksa harus menunggu berjam-jam untuk memperoleh minyak
tanah yang sudah dijatah karena terbatas stoknya. Namun yang tidak kalah
ironisnya, ditengah antrean panjang yang terjadi di SPBU-SPBU dan pangkalan
minyak tanah, justru pemerintah dalam hal ini menyadari bahwa kelangkaan BBM
disebabkan oleh keterlambatan pembayaran dana subsidi BBM dari pemerintah kepada
Pertamina.
Krisis BBM yang terjadi di dalam negeri hanya bisa
teratasi jika akar permasalahan sehingga kelangkaan BBM terjadi kita analisa
penyebabnya, bukan saling menuding bahkan melempar tanggung jawab. Apalagi
menyangkut BBM yang kita ketahui bersama sebagai unsur vital dalam sektor
produksi dan transportasi untuk menjalankan roda perekonomian negara. Dalam
melejitnya harga minyak dunia, maka pemerintah (dalam hal ini Pertamina),
sempat mengalami penyediaan stok terendah dalam sejarah hanya 16-17 hari.
Akibatnya, terjadilah krisis BBM di beberapa daerah karena untuk menyediakan
stok normal sejatinya 21-22 hari. Hal lain yang mempengaruhi terjadinya krisis
BBM adalah kemampuan kilang tidak dapat memenuhi permintaan minyak, cadangan
minyak di hulu masih rendah, pasar dipengaruhi oleh geopolitik yang buruk di
beberapa negara.
Rumusan Masalah
- Hal-hal apa saja yang menjadi penyebab kelangkaan BBM saat ini ?
- Bagaimanakah peranan pemerintah dalam upaya menghadapi kelangkaan BBM tersebut ?
- Penyelesaian yang bagaimanakah yang sebaiknya di tempuh pemerintah dalam mengatasi kelangkaan BBM ?
Tujuan
- Untuk mengetahui penyebab kelangkaan BBM.
- Untuk mengetahui sejauh mana peranan pemerintah dalam menghadapi kelangkaan BBM.
- Untuk mengetahui penyelesaian yang di tempuh pemerintah dalam mengatasi kelangkaan BBM.
PEMBAHASAN
Penyebab Kelangkaan BBM
Mengenai penyebab terjadinya kenaikan harga dan kelangkaan
BBM, menyimpulkan ada tiga faktor penyabab, yaitu: faktor teknis, faktor
spekulatif, dan faktor politik ekonomi. Pertama, dari sisi
teknis, kelangkaan BBM terjadi karena supply BBM bersubsidi berkurang sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan lokal dan nasional. Berkurangnya supply BBM
disebabkan adanya program konversi minyak tanah ke gas LPG dan terjadinya
goncangan harga minyak dunia. Meningkatnya harga minyak dunia sebesar 40% hanya
dalam waktu empat bulan, menyebabkan kemampuan finansial Pertamina mengimpor
minyak mentah dan BBM menjadi sangat terbatas. Akibatnya Pertamina tidak dapat
memenuhi kebutuhan kilang minyaknya yang berdampak pada berkurangnya pasokan
BBM. Dalam APBN 2007, alokasi BBM bersubsidi sudah dikurangi pemerintah dari
semula 37,9 juta kilo liter pada tahun 2006 menjadi 36,9 juta kilo liter pada
tahun ini.
Kedua, faktor spekulatif yang berasal dari dalam
negeri dan luar negeri. Di dalam negeri adanya BBM bersubsidi dan BBM tidak
bersubsidi untuk industri menyebabkan disparitas harga. Misalnya berdasarkan
harga yang ditetapkan Pertamina tanggal 15 Desember 2007 untuk wilayah I, harga
solar bersubsidi Rp 4.300 per liter sedangkan harga solar non subsidi mencapai
Rp 8.235 per liter. Perbedaan harga ini menyebabkan terjadinya pasar gelap BBM.
Sehingga sebagian pasokan BBM untuk masyarakat pada tahap distribusi diselewengkan
ke industri, apalagi tingkat kenaikan harga BBM non subsidi pada Desember ini
mencapai 21% lebih. Jadi kebijakan pemerintah menghapuskan sebagian subsidi
memiliki dampak buruk yakni ekonomi gelap.
Dalam pengamatan, yang
paling banyak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia bukan
negara eksportir minyak tetapi perusahaan-perusahaan pemilik ladang eksplorasi
dan industri pengilangan minyak, serta para broker (spekulan). Sebagai
gambaran, meskipun negara-negara OPEC menguasai 2/3 cadangan minyak dunia dan
volume ekspor minyak mentahnya 40% dari ekspor dunia, negara-negara OPEC hanya
memiliki sarana pengolahan minyak 10% saja. Sedangkan negara-negara maju
menguasai 60% industri pengolahan minyak dunia yang mayoritas dimiliki beberapa
perusahaan saja seperti Chevron, ExxonMobil, ConocoPhilips, Sheel, Texaco, BP,
UNOCAL, dan Hallilburton.
Ketiga, faktor politik ekonomi sangat menentukan
penguasaan dan harga minyak dunia. Faktor ini pula yang menyebabkan spekulasi
lokal dan internasional, dan supply yang tidak berimbang di tingkat nasional.
Di Indonesia sejak Orde Baru pemerintah telah meliberalisasi sektor hulu
(upstream) migas sehingga hampir 90% produksi minyak Indonesia dikuasai asing.
Paska reformasi, pemerintah dan DPR kebablasan dengan mengeluarkan UU Migas no
22 tahun 2001. Undang-undang yang draftnya dibuat oleh Amerika melalui lembaga
bantuannya USAID dan Bank Pembangunan Asia semakin memantapkan liberalisasi di
sektor hulu dan memberikan jalan bagi swasta dan asing berinvestasi dalam
bisnis SPBU dan pendristibusian BBM. Liberalisasi sektor hilir (downstream)
migas ini mendorong pemerintah untuk menaikan harga BBM dengan cara mengurangi
subsidi untuk menarik investor asing. Pada tahun 2007 undang-undang Penanaman
Modal disahkan oleh DPR. Undang-Undang Penanaman Modal tidak membedakan lagi
kedudukan investor dalam negeri dengan investor asing dan hampir semua sektor
perekonomian dibuka untuk investor asing kecuali sektor-sektor yang tidak
memberikan keuntungan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Penanaman Modal arus
liberalisasi semakin kuat. Liberalisasi khususnya terjadi pada sektor-sektor
strategis dan memberikan keuntungan besar seperti sektor hilir migas. Karenanya
pemerintah sangat berkepentingan menaikkan harga BBM sehingga margin keuntungan
bisnis hilir BBM semakin tinggi. Margin keuntungan yang tinggi inilah yang
diharapkan pemerintah dapat memberikan daya tarik besar kepada investor asing.
Jadi tidak benar alasan pemerintah mengurangi subsidi untuk menghemat anggaran.
Peranan Pemerintah
Dalam Menghadapi Kelangkaan BBM
Dengan politik
ekonomi yang bertumpu pada liberalisasinya Kapitalisme, sesungguhnya pemerintah
telah memantapkan konsep laissez faire-nya Adam Smith dalam urusan publik.
Konsep ini mengharuskan urusan publik diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme
pasar (swasta dan asing) tanpa campur tangan pemerintah. Setiap orang menurut
Adam Smith harus diberikan kebebasan berproduksi dan berusaha, bila dibatasi
berarti melanggar hak asasi manusia.
Konteks politik
ekonomi Laissez Faire yang diterapkan pemerintah, menjadikan pemerintah
memandang permasalahan pertumbuhan ekonomi sebagai permasalahan utama
dibandingkan permasalahan kemiskinan, pengangguran, pemenuhan kebutuhan pokok
masyarakat, dan pemerataan kesejahteraan. Politik ekonomi ini menempatkan aspek
material lebih tinggi dibandingkan aspek kemanusiaan, sehingga tidaklah aneh
masalah peningkatan produksi dan distribusi BBM dengan cara menarik investor
asing lebih diperhatikan pemerintah dibandingkan masalah mahal dan langkanya
harga BBM dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pemerintah lebih memilih
menjadi penjaga malam daripada menjadi ibu bagi masyarakat yang senantiasa
merawat dan menjaga pemenuhan kebutuhan anak-anaknya. Seorang ibu sangat
berkepentingan anak-anaknya tumbuh sehat dan cerdas, memiliki akhlak yang
mulia, dan mampu menjadi manusia yang berguna bagi agama. Sementara pemerintah
sebagai penjaga malam, pekerjaannya hanya menjaga dan melayani harta para
investor.
Politik ekonomi
Kapitalis ini juga tidak hanya diterapkan di Indonesia, tetapi hampir seluruh
dunia, kecuali di Venezuela dan Bolivia. Di kedua negara ini, pemerintah
berperan aktif mengelola ladang-ladang migas negara mereka. Sama dengan di
Indonesia di negara-negara anggota OPEC dan non OPEC, pemerintah setempat
menyerahkan penguasaan ladang-ladang migas kepada para investor asing.
Akibatnya meskipun mayoritas eskportir migas adalah negara-negara berkembang,
tetapi keuntungan dan penguasaan perdagangan migas ada di tangan
perusahaan-perusahaan multinasional dari Amerika, Inggris, Belanda, dan
negara-negara maju lainnya.
Penyelesaian yang Ditempuh
Pemerintah Dalam Upaya Menghadapi Kelangkaan BBM
Untuk mengatasi krisis atau kelangkaan BBM dan energi, perlu diambil
langkah-langkah yang strategis agar BBM sebagai unsur vital dalam sektor
produksi dan transportasi dapat tersedia secara berkesinambungan. Tentunya
untuk mengatasi semua ini sebagaimana ajakan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono
dan wakil Presiden jusuf Kalla, kita secara bersama-sama melakukan penghematan
bahan bakar dan energi guna mengurangi permintaan akan kebutuhan BBM yang terus
meningkat. Upaya penghematan dapat dilakukan dengan cara membatasi perjalanan,
mengurangi penggunaan mobil pribadi, mengurangi tingkat pemakaian AC yang berlebihan,
menyalakan listrik pada saat diperlukan. Namun, upaya penghematan ini akan
berhasil jika dilakukan dengan penuh kesadaran, sungguh-sungguh dan konsisten.
Penghematan energi di negara maju maupun di negara berkembang
seperti Indonesia memerlukan strategi nasional dan waktu yang panjang. Hasilnya
tidak bisa dinikmati dalam jangka pendek. Ini harus kita sadari bersama. Kini
pemerintah ingin mengatasi kelangkaaan bahan bakar minyak (BBM) dengan gerakan
hemat energi. Dalam rangka itu, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden
(Inpres) No 10 tahun 2005 tentang Penghematan Energi. Tapi perlu digarisbawahi
bahwa Inpres No 10/2005 tidak akan efektif mengatasi masalah kelangkaan BBM
dalam jangka pendek.
Tanpa krisis BBM seperti sekarang
inipun, penghematan energi seharusnya sudah menjadi national policy - karena
dalam jangka panjang seluruh dunia akan kekurangan energi. Jadi, hemat energi
harus merupakan gerakan jangka panjang. Dalam kaitan ini, harus mulai dirancang
penggunaan energi alternatif berbasiskan pada alam yang tidak terpolusi,
seperti energi matahari dan energi angin. Untuk itu pula perlu dipikirkan
langkah-langkah konkret jangka panjang dengan, misalnya, mengadakan investasi
infrastruktur yang diberi insentif menarik. Gerakan hemat energi sendiri harus
dibarengi langkah-langkah sistematis. Jadi, tidak ada hock dan tanpa
pertimbangan business like seperti ditekankan dalam Inpres No 10/2005.
Kesadaran masyarakat sendiri tentang hemat energi
selama ini terbilang cukup tinggi. Penggunaan listrik, misalnya, hanya
dilakukan pada saat perlu saja. Karena itu, pada siang hari lampu penerangan
dimatikan. Lampu yang digunakan juga hemat energi. Jadi, lupakan program hemat
energi dalam jangka pendek. Yang perlu dikerjakan pemerintah adalah menyediakan
BBM dalam jumlah cukup sesuai kebutuhan masyarakat. Pemerintah tentu sudah
mengetahui penyebab kelangkaan BBM sekarang ini. Sungguh ironis kalau
pemerintah sampai tidak tahu-menahu soal itu. Sumber masalah kelangkaan BBM
antara lain terkait biaya operasional Pertamina yang begitu mahal. Biaya
pengolahan minyak yang seharusnya hanya 6 dolar AS, kenapa di Pertamina menjadi
16 dolar AS per barel? Padahal perusahaan-perusahaan lain bisa menyediakan BBM
dengan harga rendah. Ini merupakan poin tersendiri yang perlu dicermati. Jadi,
kalau kelangkaan BBM sekarang ini tidak bisa diatasi, pemerintah perlu
mengambil langkah lebih jauh. Perlu diingat bahwa muara kelangkaan BBM ini
terletak pada ketidakmampuan menteri-menteri terkait. Karena itu, Presiden
tidak perlu sungkan-sungkan mengambil tindakan tegas. Presiden harus berani
merombak anggota kabinet, khususnya menteri-menteri yang tidak mampu menemukan
solusi mengatasi kelangkaan BBM.
Kesimpulan
Berbagai fenomena yang terjadi karena kelangkaan
BBM di Indonesia saat ini seharusnya menjadi cerminan bagi pemerintah agar ke
depannya lebih baik lagi dalam mengambil kebijakan. Kebijakan yang tidak
merugikan kalangan bawah atau masyarakat yang tidak mampu. Hal lain yang perlu
dan penting untuk dilakukan, yaitu pemerintah harus memperlancar suplai dan
distribusi agar persediaan stok BBM tidak berada di bawah 21-22 hari. Perlunya
pemerintah dan DPR melakukan penyesuaian harga patokan BBM dalam APBN perubahan
dari yang ditetapkan 45 dollar AS perbarrel menjadi pada titik angka yang masuk
akal, akibat harga minyak mentah dunia yang terus naik hingga menembus 58-59
dollar perbarrel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar