Kamis, 29 November 2012

KELANGKAAN BBM


KELANGKAAN BBM

Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan
yang dibimbing oleh Bapak Masnur Muslich

OLEH :
Faris Dwi Ristian
107261407223















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
Mei, 2008
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini semua kebutuhan sehari-hari naik, termasuk bahan bakar minyak juga naik. Hal ini sedikit meresahkan masyarakat Indonesia karena bagaimanapun juga BBM termasuk salah satu kebutuhan yang penting bagi masyarakat. Tanpa BBM, masyarakat yang menggunakan kompor gas untuk memasak akan terhambat aktivitasnya, demikian juga  yang akan bepergian menggunakan kendaraan bermotor tidak akan dapat melaksanakan aktivitasnya. Kelangkaan BBM akhir-akhir ini menjadi berita yang hangat dibicarakan dan hampir menghiasi seluruh surat kabar, baik lokal maupun nasional.
Belum lagi stasiun-stasiun televisi yang memperlihatkan kepada kita tentang antrean panjang kendaraan di SPBU-SPBU yang ingin mengisi bahan bakar premium dan solar. BBM menjadi langka dan sulit didapatkan. Banyak pihak yang mengatakan bahwa kenaikan harga BBM dilakukan sebagai salah satu upaya penghematan yang secara tidak langsung dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, hal ini bukanlah satu-satunya penyelesaian masalah yang baik karena dengan adanya kenaikan harga BBM tersebut tidak sedikit masyarakat yang cukup dirugikan.
Antrean panjang rakyat kecil di beberapa pangkalan minyak tanah yang terpaksa harus menunggu berjam-jam untuk memperoleh minyak tanah yang sudah dijatah karena terbatas stoknya. Namun yang tidak kalah ironisnya, ditengah antrean panjang yang terjadi di SPBU-SPBU dan pangkalan minyak tanah, justru pemerintah dalam hal ini menyadari bahwa kelangkaan BBM disebabkan oleh keterlambatan pembayaran dana subsidi BBM dari pemerintah kepada Pertamina.
Krisis BBM yang terjadi di dalam negeri hanya bisa teratasi jika akar permasalahan sehingga kelangkaan BBM terjadi kita analisa penyebabnya, bukan saling menuding bahkan melempar tanggung jawab. Apalagi menyangkut BBM yang kita ketahui bersama sebagai unsur vital dalam sektor produksi dan transportasi untuk menjalankan roda perekonomian negara. Dalam melejitnya harga minyak dunia, maka pemerintah (dalam hal ini Pertamina), sempat mengalami penyediaan stok terendah dalam sejarah hanya 16-17 hari. Akibatnya, terjadilah krisis BBM di beberapa daerah karena untuk menyediakan stok normal sejatinya 21-22 hari. Hal lain yang mempengaruhi terjadinya krisis BBM adalah kemampuan kilang tidak dapat memenuhi permintaan minyak, cadangan minyak di hulu masih rendah, pasar dipengaruhi oleh geopolitik yang buruk di beberapa negara.
Rumusan Masalah
  1. Hal-hal apa saja yang menjadi penyebab kelangkaan BBM saat ini ?
  2. Bagaimanakah peranan pemerintah dalam upaya menghadapi kelangkaan BBM tersebut ?
  3. Penyelesaian yang bagaimanakah yang sebaiknya di tempuh pemerintah dalam mengatasi kelangkaan BBM ?
Tujuan
  1. Untuk mengetahui penyebab kelangkaan BBM.
  2. Untuk mengetahui sejauh mana peranan pemerintah dalam menghadapi kelangkaan BBM.
  3. Untuk mengetahui penyelesaian yang di tempuh pemerintah dalam mengatasi kelangkaan BBM.

PEMBAHASAN
Penyebab Kelangkaan BBM
            Mengenai penyebab terjadinya kenaikan harga dan kelangkaan BBM, menyimpulkan ada tiga faktor penyabab, yaitu: faktor teknis, faktor spekulatif, dan faktor politik ekonomi. Pertama, dari sisi teknis, kelangkaan BBM terjadi karena supply BBM bersubsidi berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan lokal dan nasional. Berkurangnya supply BBM disebabkan adanya program konversi minyak tanah ke gas LPG dan terjadinya goncangan harga minyak dunia. Meningkatnya harga minyak dunia sebesar 40% hanya dalam waktu empat bulan, menyebabkan kemampuan finansial Pertamina mengimpor minyak mentah dan BBM menjadi sangat terbatas. Akibatnya Pertamina tidak dapat memenuhi kebutuhan kilang minyaknya yang berdampak pada berkurangnya pasokan BBM. Dalam APBN 2007, alokasi BBM bersubsidi sudah dikurangi pemerintah dari semula 37,9 juta kilo liter pada tahun 2006 menjadi 36,9 juta kilo liter pada tahun ini.     
Kedua, faktor spekulatif yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri adanya BBM bersubsidi dan BBM tidak bersubsidi untuk industri menyebabkan disparitas harga. Misalnya berdasarkan harga yang ditetapkan Pertamina tanggal 15 Desember 2007 untuk wilayah I, harga solar bersubsidi Rp 4.300 per liter sedangkan harga solar non subsidi mencapai Rp 8.235 per liter. Perbedaan harga ini menyebabkan terjadinya pasar gelap BBM. Sehingga sebagian pasokan BBM untuk masyarakat pada tahap distribusi diselewengkan ke industri, apalagi tingkat kenaikan harga BBM non subsidi pada Desember ini mencapai 21% lebih. Jadi kebijakan pemerintah menghapuskan sebagian subsidi memiliki dampak buruk yakni ekonomi gelap.
Dalam pengamatan, yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia bukan negara eksportir minyak tetapi perusahaan-perusahaan pemilik ladang eksplorasi dan industri pengilangan minyak, serta para broker (spekulan). Sebagai gambaran, meskipun negara-negara OPEC menguasai 2/3 cadangan minyak dunia dan volume ekspor minyak mentahnya 40% dari ekspor dunia, negara-negara OPEC hanya memiliki sarana pengolahan minyak 10% saja. Sedangkan negara-negara maju menguasai 60% industri pengolahan minyak dunia yang mayoritas dimiliki beberapa perusahaan saja seperti Chevron, ExxonMobil, ConocoPhilips, Sheel, Texaco, BP, UNOCAL, dan Hallilburton.
Ketiga, faktor politik ekonomi sangat menentukan penguasaan dan harga minyak dunia. Faktor ini pula yang menyebabkan spekulasi lokal dan internasional, dan supply yang tidak berimbang di tingkat nasional. Di Indonesia sejak Orde Baru pemerintah telah meliberalisasi sektor hulu (upstream) migas sehingga hampir 90% produksi minyak Indonesia dikuasai asing. Paska reformasi, pemerintah dan DPR kebablasan dengan mengeluarkan UU Migas no 22 tahun 2001. Undang-undang yang draftnya dibuat oleh Amerika melalui lembaga bantuannya USAID dan Bank Pembangunan Asia semakin memantapkan liberalisasi di sektor hulu dan memberikan jalan bagi swasta dan asing berinvestasi dalam bisnis SPBU dan pendristibusian BBM. Liberalisasi sektor hilir (downstream) migas ini mendorong pemerintah untuk menaikan harga BBM dengan cara mengurangi subsidi untuk menarik investor asing. Pada tahun 2007 undang-undang Penanaman Modal disahkan oleh DPR. Undang-Undang Penanaman Modal tidak membedakan lagi kedudukan investor dalam negeri dengan investor asing dan hampir semua sektor perekonomian dibuka untuk investor asing kecuali sektor-sektor yang tidak memberikan keuntungan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Penanaman Modal arus liberalisasi semakin kuat. Liberalisasi khususnya terjadi pada sektor-sektor strategis dan memberikan keuntungan besar seperti sektor hilir migas. Karenanya pemerintah sangat berkepentingan menaikkan harga BBM sehingga margin keuntungan bisnis hilir BBM semakin tinggi. Margin keuntungan yang tinggi inilah yang diharapkan pemerintah dapat memberikan daya tarik besar kepada investor asing. Jadi tidak benar alasan pemerintah mengurangi subsidi untuk menghemat anggaran.
Peranan Pemerintah Dalam Menghadapi Kelangkaan BBM
Dengan politik ekonomi yang bertumpu pada liberalisasinya Kapitalisme, sesungguhnya pemerintah telah memantapkan konsep laissez faire-nya Adam Smith dalam urusan publik. Konsep ini mengharuskan urusan publik diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar (swasta dan asing) tanpa campur tangan pemerintah. Setiap orang menurut Adam Smith harus diberikan kebebasan berproduksi dan berusaha, bila dibatasi berarti melanggar hak asasi manusia.
Konteks politik ekonomi Laissez Faire yang diterapkan pemerintah, menjadikan pemerintah memandang permasalahan pertumbuhan ekonomi sebagai permasalahan utama dibandingkan permasalahan kemiskinan, pengangguran, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, dan pemerataan kesejahteraan. Politik ekonomi ini menempatkan aspek material lebih tinggi dibandingkan aspek kemanusiaan, sehingga tidaklah aneh masalah peningkatan produksi dan distribusi BBM dengan cara menarik investor asing lebih diperhatikan pemerintah dibandingkan masalah mahal dan langkanya harga BBM dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pemerintah lebih memilih menjadi penjaga malam daripada menjadi ibu bagi masyarakat yang senantiasa merawat dan menjaga pemenuhan kebutuhan anak-anaknya. Seorang ibu sangat berkepentingan anak-anaknya tumbuh sehat dan cerdas, memiliki akhlak yang mulia, dan mampu menjadi manusia yang berguna bagi agama. Sementara pemerintah sebagai penjaga malam, pekerjaannya hanya menjaga dan melayani harta para investor.
Politik ekonomi Kapitalis ini juga tidak hanya diterapkan di Indonesia, tetapi hampir seluruh dunia, kecuali di Venezuela dan Bolivia. Di kedua negara ini, pemerintah berperan aktif mengelola ladang-ladang migas negara mereka. Sama dengan di Indonesia di negara-negara anggota OPEC dan non OPEC, pemerintah setempat menyerahkan penguasaan ladang-ladang migas kepada para investor asing. Akibatnya meskipun mayoritas eskportir migas adalah negara-negara berkembang, tetapi keuntungan dan penguasaan perdagangan migas ada di tangan perusahaan-perusahaan multinasional dari Amerika, Inggris, Belanda, dan negara-negara maju lainnya.
Penyelesaian yang Ditempuh Pemerintah Dalam Upaya Menghadapi Kelangkaan BBM
            Untuk mengatasi krisis atau kelangkaan BBM dan energi, perlu diambil langkah-langkah yang strategis agar BBM sebagai unsur vital dalam sektor produksi dan transportasi dapat tersedia secara berkesinambungan. Tentunya untuk mengatasi semua ini sebagaimana ajakan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono dan wakil Presiden jusuf Kalla, kita secara bersama-sama melakukan penghematan bahan bakar dan energi guna mengurangi permintaan akan kebutuhan BBM yang terus meningkat. Upaya penghematan dapat dilakukan dengan cara membatasi perjalanan, mengurangi penggunaan mobil pribadi, mengurangi tingkat pemakaian AC yang berlebihan, menyalakan listrik pada saat diperlukan. Namun, upaya penghematan ini akan berhasil jika dilakukan dengan penuh kesadaran, sungguh-sungguh dan konsisten.
            Penghematan energi di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia memerlukan strategi nasional dan waktu yang panjang. Hasilnya tidak bisa dinikmati dalam jangka pendek. Ini harus kita sadari bersama. Kini pemerintah ingin mengatasi kelangkaaan bahan bakar minyak (BBM) dengan gerakan hemat energi. Dalam rangka itu, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 10 tahun 2005 tentang Penghematan Energi. Tapi perlu digarisbawahi bahwa Inpres No 10/2005 tidak akan efektif mengatasi masalah kelangkaan BBM dalam jangka pendek.
Tanpa krisis BBM seperti sekarang inipun, penghematan energi seharusnya sudah menjadi national policy - karena dalam jangka panjang seluruh dunia akan kekurangan energi. Jadi, hemat energi harus merupakan gerakan jangka panjang. Dalam kaitan ini, harus mulai dirancang penggunaan energi alternatif berbasiskan pada alam yang tidak terpolusi, seperti energi matahari dan energi angin. Untuk itu pula perlu dipikirkan langkah-langkah konkret jangka panjang dengan, misalnya, mengadakan investasi infrastruktur yang diberi insentif menarik. Gerakan hemat energi sendiri harus dibarengi langkah-langkah sistematis. Jadi, tidak ada hock dan tanpa pertimbangan business like seperti ditekankan dalam Inpres No 10/2005.
Kesadaran masyarakat sendiri tentang hemat energi selama ini terbilang cukup tinggi. Penggunaan listrik, misalnya, hanya dilakukan pada saat perlu saja. Karena itu, pada siang hari lampu penerangan dimatikan. Lampu yang digunakan juga hemat energi. Jadi, lupakan program hemat energi dalam jangka pendek. Yang perlu dikerjakan pemerintah adalah menyediakan BBM dalam jumlah cukup sesuai kebutuhan masyarakat. Pemerintah tentu sudah mengetahui penyebab kelangkaan BBM sekarang ini. Sungguh ironis kalau pemerintah sampai tidak tahu-menahu soal itu. Sumber masalah kelangkaan BBM antara lain terkait biaya operasional Pertamina yang begitu mahal. Biaya pengolahan minyak yang seharusnya hanya 6 dolar AS, kenapa di Pertamina menjadi 16 dolar AS per barel? Padahal perusahaan-perusahaan lain bisa menyediakan BBM dengan harga rendah. Ini merupakan poin tersendiri yang perlu dicermati. Jadi, kalau kelangkaan BBM sekarang ini tidak bisa diatasi, pemerintah perlu mengambil langkah lebih jauh. Perlu diingat bahwa muara kelangkaan BBM ini terletak pada ketidakmampuan menteri-menteri terkait. Karena itu, Presiden tidak perlu sungkan-sungkan mengambil tindakan tegas. Presiden harus berani merombak anggota kabinet, khususnya menteri-menteri yang tidak mampu menemukan solusi mengatasi kelangkaan BBM.

Kesimpulan
            Berbagai fenomena yang terjadi karena kelangkaan BBM di Indonesia saat ini seharusnya menjadi cerminan bagi pemerintah agar ke depannya lebih baik lagi dalam mengambil kebijakan. Kebijakan yang tidak merugikan kalangan bawah atau masyarakat yang tidak mampu. Hal lain yang perlu dan penting untuk dilakukan, yaitu pemerintah harus memperlancar suplai dan distribusi agar persediaan stok BBM tidak berada di bawah 21-22 hari. Perlunya pemerintah dan DPR melakukan penyesuaian harga patokan BBM dalam APBN perubahan dari yang ditetapkan 45 dollar AS perbarrel menjadi pada titik angka yang masuk akal, akibat harga minyak mentah dunia yang terus naik hingga menembus 58-59 dollar perbarrel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar